Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing (PSAK 10)

MATA UANG FUNGSIONAL DAN MATA UANG PELAPORAN

Pada dasarnya, mata uang fungsional (mata uang pengukuran) adalah mata uang yang digunakan dalam transaksi pengukuran. Sedangkan mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan.

PSAK 10 mensyaratkan bahwa suatu perusahaan mengukur transaksinya menggunakan mata uang fungsionalnya dan membolehkan perusahaan menyajikan laporan keuangannya dengan menggunakan mata uang apa saja. Namun PSAK 10 paragraf 38 juga menyatakan bahwa mata uang pelaporan di Indonesia adalah Rupiah.

Faktor-faktor dalam menentukan mata uang fungsional menurut PSAK 10 adalah:

  1. Mata uang utama yang memengaruhi harga jual barang dan jasa
  2. Mata uang utama yang memengaruhi biaya tenaga kerja, nahan baku, dan biaya lainnya dalam penjualan barang dan jasa.

Jika kedua faktor tersebut tumpang tindih, maka PSAK 10 mensyaratkan bahwa suatu perusahaan juga dapat mempertimbangkan pendukung lain dalam menentukan mata uang fungsionalnya, diantaranya:

  1. Mata uang yang digunakan dalam menghasilkan aktivitas pendanaan
  2. Mata uang yang digunakan dalam menahan pendapatan dari aktivitas operasi

 

PSAK 10 lebih lanjut menyatakan bahwa setelah ditentukan, mata uang fungsional tidak boleh diubah, kecuali terjadi perubahan transaksi, peristiwa, atau kondisi (paragraf 13). Jika diubah, mata uang fungsional itu harus diperhitungkan secara prospektif sejak tanggal perubahan itu (paragraf 35).

 

AKUNTANSI UNTUK TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING

Dalam akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing, terdapat 2 isu terkait, yaitu:

  1. Kurs mana yang digunakan untuk menyaji ulang mata uang asing ke dalam mata uang fungsional, dan
  2. Bagaimana cara menangani perbedaan kurs yang timbul

 

KURS

Tentang kurs valuta asing yang digunakan untuk menyaji ulang mata uang asing ke dalam mata uang fungsional, PSAK 10 menyatakan bahwa:

  1. Pada saat pengakuan awal: Transaksi dalam mata uang asing harus disaji ulang ke dalam mata uang fungsional menggunakan kurs tanggal transaksi (paragraf 21), dan
  2. Pada setiap tanggal pelaporan (paragraf 23):
    1. Pos-pos moneter disaji ulang menggunakan kurs penutup
    2. Pos-pos non-moneter yang dicatat pada biaya historis harus dilaporkan menggunakan kurs tanggal transaksi, dan
    3. Pos-pos non-moneter yang dicatat pada nilai wajar harus disaji ulang menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai etrsebut ditentukan.

 

PENJABARAN LAPORAN KEUANGAN

Merujuk pada PSAK 10, ada 2 skenario dimana penjabaran laporan keuangan dianggap perlu, yaitu:

  1. Ketika mata uang pelaporan suatu entitas tidak sama dengan mata uang fungsionalnya, dan
  2. Ketika untuk kepentingan penyajian laporan keuangan konsolidasian mata uang pelaporan anak perusahaan dan perusahaan asosiasi tidak sama dengan induk perusahaan.

Dalam penjabaran laporan keuangan mata uang asing, 2 persoalan akuntansi akan muncul:

  1. Manakah kurs yang akan digunakan untuk menjabarkan berbagai laporan posisi keuangan serta pos-pos laba rugi, dan
  2. Bagaimana menangani perbedaan kurs (disebut ‘perbedaan penjabaran’) yang diakibatkan oleh penjabaran ini.

Oleh karena adanya perubahan kurs, pertanyaan pun muncul berkenaan dengan kurs mana yang harus digunakan untuk menjabarkan berbagai pos dalam laporan keuangan

Persoalan lain adalah bagaimana menangani perbedaan penjabaran. Perbedaan penjabaran terjadi ketika pos-pos dijabarkan dengan menggunakan kurs yang berbeda dalam laporan keuangan suksesif (atau dalam laporan keuangan yang berbeda pada periode yang sama)

Kedua persoalan tersebut, yaitu:

  1. Kurs mana yang akan digunakan
  2. Bagaimana perbedaan penjabaran ini harus dijelaskan, dapat dijawab dengan cara yang berbeda bergantung pada metode penjabaran yang digunakan.