Semakin mendekati hari H pemilu, semakin berseliweran artikel-artikel tentang 2 pasang capres-cawapres utk periode 2014-2019 ini yang juga dishare oleh pendukung pasangan tersebut. Ditambahi sedikit komentar pedas, sindiran-sindiran atau pujian terhadap kandidat yang didukung, semakin mewakili apa yang menjadi pandangan politik mereka. Apalagi, untuk pemilu kali ini hanya ada 2 pasang capres-cawapres yang bersaing untuk ke istana. Bisa dipastikan, pemilu kali ini hanya satu putaran. Disamping lebih hemat biaya, pemilu kali ini jadi lebih ‘seru’ katanya. Saya justru melihat pemilu kali ini lebih membuat masyarakat terkotak-kotak. Semula kawan, jadi lawan atau paling tidak saling sinis, hanya karena berbeda pandangan politiknya. Hmm…
Tidak salah memang membagikan artikel-artikel tersebut kepada teman-teman di media sosial, entah itu facebook, twitter, dll. Itu semua hak mereka. Namun, menjadi kurang etis rasanya ketika seseorang memuji pasangan capres-cawapres yang didukung sedemikian rupa lalu menghujat, menjatuhkan atau menyindir pasangan lain, seakan-akan pasangan yang didukung adalah manusia-manusia paling sempurna dan pasangan lain adalah manusia-manusia yang sama sekali tidak memiliki sisi baik. Ayolah, dua pasang capres-cawapres tersebut adalah putra-putra terbaik bangsa, namun juga bukan tanpa celah. Sebagai seorang muslim, yang saya tau, tidak ada manusia yang sempurna dan mulia, kecuali Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam. Jadi tak perlu terlalu fanatik memuji pasangan yang didukung seperti itu, pernahkah memuji Rasulullah lebih fanatik dari itu? Demikian pula ketika menghujat, menyindir pasangan lain. Apa kalian yakin, pasangan yang kalian hina itu tidak lebih baik dari yang dihina? Saya yakin kalian pasti pernah mendengar atau membaca kalimat yang kurang lebih seperti ini:
“Ketahuilah sesungguhanya orang yang menghina orang lain itu lebih buruk dari yang dihina.”
Bukan ingin sok bijak, sok menggurui, atau sok-sok yang lain. Hanya kadang, risih saja melihat debat kusir yang tidak ada ujungnya antara pendukung A dan pendukung B.
*yaudah sih kalo risih ngga usah diliatin..
Lalu, apa setiap pemilu mau seperti ini terus? Apakah hal-hal semacam ini yang mau dijadikan tradisi? Come on, dua pasang Capres-Cawapres kita sudah melakukan deklarasi damai bukan?
Di setiap kesempatan, masing-masing pendukung mengatakan, “Indonesia pasti maju kalo presidennya A”, atau “Kalau yang menang B, Indonesia pasti lebih baik”.
Ya, seperti kecap. Tahu iklan kecap? atau produk lain yang selalu mengklaim dirinya nomor wahid? Begitulah kira-kira gambaran pendukung dari masing-masing pasangan.
Semua mengatakan untuk Indonesia, demi Indonesia. Lalu kenapa masih saja ada yang saling sindir, saling hujat?
Kita semua punya hak suara, kita semua punya pandangan politik masing-masing. Bersainglah secara damai, santun. Toh, siapapun yang terpilih nantinya, entah itu yang dipuji mati-matian atau yang dihujat habis-habisan, mereka yang akan diberi mandat memimpin kita. Walau suara terbanyak belum tentu yang terbaik, tapi inilah demokrasi di negeri kita (yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).
*debat-debat kaya gitu kan biar banyak yang tau kalo capres yang ini baik, yang itu engga..
Soal mana yang baik atau mana yang tidak, saya yakin masing-masing punya penilaiannya sendiri. Mengajak untuk memilih salah satu kandidat kepada teman kita sah-sah saja, hanya saja jangan terlalu ‘dicekokin’ atau dipaksakan. Tinggal bagaimana kesadaran orang tersebut untuk lebih aktif mencari tahu profil dari masing-masing kandidat, calon ulil amr nya. Banyak media baik cetak maupun elektronik yang menyediakan data-data tentang calon-calon pemimpin kita, profil maupun track recordnya. Jika tidak percaya atau tidak ingin terprovokasi oleh media-media mainstream yang ada (yang notabene semakin hari semakin berkurang netralitasnya dan semakin menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan), Kita bisa lihat website KPU. Mereka pasti menyediakan data-data tersebut lebih objektif dan berimbang.
*Cukup hanya dari itu? Gimana kita bisa tau kualitas capres kita? debat itu kadang perlu loh untuk tau juga pendukungnya kaya gimana, santun atau engga.
Pelajari visi misi masing-masing pasangan, pelajari program-program apa saja yang akan mereka lalukan kelak ketika mereka terpilih, amati track record masing-masing pasangan, tak perlu saling sindir, saling hujat, diskusikan dengan pendukung dari pasangan lain. Diskusi berbeda dengan debat. Diskusi lebih kepada substansi yang dibicarakan, debat lebih ke arah saling serang (setidaknya ini perbedaan diskusi dan debat yang sering saya lihat). Nah dari diskusi itulah kita bisa tahu plus minus masing-masing kandidat, tanpa perlu sakit hati lantaran disindir, tak perlu dendam lantaran kalah debat.
So, dimana letak keuntungan dari saling hujat, saling sindir?
Mengagumi salah satu figur, tak lantas harus menjatuhkan figur lain bukan?
Jujur saja, pemilu kali ini saya In Syaa Allah mendukung pasangan Prabowo-Hatta, namun saya tidak perlu menjatuhkan pasangan Jokowi-JK kan? Terlebih karena saya pribadi pernah mengagumi kedua figur tersebut.
Beberapa bulan yang lalu, sebelum pileg rasanya, saya juga pernah share artikel plus sindiran atau komentar pedas tentang salah satu figur, Jokowi. Namun semakin ‘kesini’, saya berfikir, untuk apa melakukan hal-hal semacam itu? Yang dibutuhkan sekarang bagi kita adalah kedewasaan dalam mengungkapkan pandangan politik kita masing-masing. Jangan jadikan pemilu ini ladang untuk menebar kebencian, hujatan, celaan, fitnah, apalagi bongkar aib sana-sini.
Yuk, wujudkan pemilu yang santun dan damai, untuk Indonesia. Jangan golput yaa 🙂
~Tulisan ini murni hanya pendapat sederhana saya, mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan dan ada yang tidak berkenan~
Yogyakarta, 9 Juni 2014
Siang hari, mencoba tetap produktif walau ‘si hitam’ tak berfungsi