Sedikit Pandangan tentang Euforia Pemilu

Semakin mendekati hari H pemilu, semakin berseliweran artikel-artikel tentang 2 pasang capres-cawapres utk periode 2014-2019 ini yang juga dishare oleh pendukung pasangan tersebut. Ditambahi sedikit komentar pedas, sindiran-sindiran atau pujian terhadap kandidat yang didukung, semakin mewakili apa yang menjadi pandangan politik mereka. Apalagi, untuk pemilu kali ini hanya ada 2 pasang capres-cawapres yang bersaing untuk ke istana. Bisa dipastikan, pemilu kali ini hanya satu putaran. Disamping lebih hemat biaya, pemilu kali ini jadi lebih ‘seru’ katanya. Saya justru melihat pemilu kali ini lebih membuat masyarakat terkotak-kotak. Semula kawan, jadi lawan atau paling tidak saling sinis, hanya karena berbeda pandangan politiknya. Hmm…

Tidak salah memang membagikan artikel-artikel tersebut kepada teman-teman di media sosial, entah itu facebook, twitter, dll. Itu semua hak mereka. Namun, menjadi kurang etis rasanya ketika seseorang memuji pasangan capres-cawapres yang didukung sedemikian rupa lalu menghujat, menjatuhkan atau menyindir pasangan lain, seakan-akan pasangan yang didukung adalah manusia-manusia paling sempurna dan pasangan lain adalah manusia-manusia yang sama sekali tidak memiliki sisi baik. Ayolah, dua pasang capres-cawapres tersebut adalah putra-putra terbaik bangsa, namun juga bukan tanpa celah. Sebagai seorang muslim, yang saya tau, tidak ada manusia yang sempurna dan mulia, kecuali Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam. Jadi tak perlu terlalu fanatik memuji pasangan yang didukung seperti itu, pernahkah memuji Rasulullah lebih fanatik dari itu? Demikian pula ketika menghujat, menyindir pasangan lain. Apa kalian yakin, pasangan yang kalian hina itu tidak lebih baik dari yang dihina? Saya yakin kalian pasti pernah mendengar atau membaca kalimat yang kurang lebih seperti ini:
“Ketahuilah sesungguhanya orang yang menghina orang lain itu lebih buruk dari yang dihina.”

Bukan ingin sok bijak, sok menggurui, atau sok-sok yang lain. Hanya kadang, risih saja melihat debat kusir yang tidak ada ujungnya antara pendukung A dan pendukung B.

*yaudah sih kalo risih ngga usah diliatin..

Lalu, apa setiap pemilu mau seperti ini terus? Apakah hal-hal semacam ini yang mau dijadikan tradisi? Come on, dua pasang Capres-Cawapres kita sudah melakukan deklarasi damai bukan?
Di setiap kesempatan, masing-masing pendukung mengatakan, “Indonesia pasti maju kalo presidennya A”, atau “Kalau yang menang B, Indonesia pasti lebih baik”.
Ya, seperti kecap. Tahu iklan kecap? atau produk lain yang selalu mengklaim dirinya nomor wahid? Begitulah kira-kira gambaran pendukung dari masing-masing pasangan.
Semua mengatakan untuk Indonesia, demi Indonesia. Lalu kenapa masih saja ada yang saling sindir, saling hujat?
Kita semua punya hak suara, kita semua punya pandangan politik masing-masing. Bersainglah secara damai, santun. Toh, siapapun yang terpilih nantinya, entah itu yang dipuji mati-matian atau yang dihujat habis-habisan, mereka yang akan diberi mandat memimpin kita. Walau suara terbanyak belum tentu yang terbaik, tapi inilah demokrasi di negeri kita (yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).

*debat-debat kaya gitu kan biar banyak yang tau kalo capres yang ini baik, yang itu engga..

Soal mana yang baik atau mana yang tidak, saya yakin masing-masing punya penilaiannya sendiri. Mengajak untuk memilih salah satu kandidat kepada teman kita sah-sah saja, hanya saja jangan terlalu ‘dicekokin’ atau dipaksakan. Tinggal bagaimana kesadaran orang tersebut untuk lebih aktif mencari tahu profil dari masing-masing kandidat, calon ulil amr nya. Banyak media baik cetak maupun elektronik yang menyediakan data-data tentang calon-calon pemimpin kita, profil maupun track recordnya. Jika tidak percaya atau tidak ingin terprovokasi oleh media-media mainstream yang ada (yang notabene semakin hari semakin berkurang netralitasnya dan semakin menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan), Kita bisa lihat website KPU. Mereka pasti menyediakan data-data tersebut lebih objektif dan berimbang.

*Cukup hanya dari itu? Gimana kita bisa tau kualitas capres kita? debat itu kadang perlu loh untuk tau juga pendukungnya kaya gimana, santun atau engga.

Pelajari visi misi masing-masing pasangan, pelajari program-program apa saja yang akan mereka lalukan kelak ketika mereka terpilih, amati track record masing-masing pasangan, tak perlu saling sindir, saling hujat, diskusikan dengan pendukung dari pasangan lain. Diskusi berbeda dengan debat. Diskusi lebih kepada substansi yang dibicarakan, debat lebih ke arah saling serang (setidaknya ini perbedaan diskusi dan debat yang sering saya lihat). Nah dari diskusi itulah kita bisa tahu plus minus masing-masing kandidat, tanpa perlu sakit hati lantaran disindir, tak perlu dendam lantaran kalah debat.
So, dimana letak keuntungan dari saling hujat, saling sindir?

Mengagumi salah satu figur, tak lantas harus menjatuhkan figur lain bukan?
Jujur saja, pemilu kali ini saya In Syaa Allah mendukung pasangan Prabowo-Hatta, namun saya tidak perlu menjatuhkan pasangan Jokowi-JK kan? Terlebih karena saya pribadi pernah mengagumi kedua figur tersebut.

Beberapa bulan yang lalu, sebelum pileg rasanya, saya juga pernah share artikel plus sindiran atau komentar pedas tentang salah satu figur, Jokowi. Namun semakin ‘kesini’, saya berfikir, untuk apa melakukan hal-hal semacam itu? Yang dibutuhkan sekarang bagi kita adalah kedewasaan dalam mengungkapkan pandangan politik kita masing-masing. Jangan jadikan pemilu ini ladang untuk menebar kebencian, hujatan, celaan, fitnah, apalagi bongkar aib sana-sini.

Yuk, wujudkan pemilu yang santun dan damai, untuk Indonesia. Jangan golput yaa 🙂

~Tulisan ini murni hanya pendapat sederhana saya, mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan dan ada yang tidak berkenan~

Yogyakarta, 9 Juni 2014
Siang hari, mencoba tetap produktif walau ‘si hitam’ tak berfungsi

Fujifilm Finepix S2980

Assalamu’alaikum..

Akhirnya bisa posting lagi hehee

Di postingan kali ini, mungkin temanya masih sama dengan  beberapa postingan sebelumnya, “ceritaku” 🙂 Ini bukan tulisan tentang review sebuah kamera, bukan! Sebetulnya saya belum paham betul seluk beluk kamera dan dunianya karena jujur saya masih sangat newbie dalam dunia fotografi hehe.. Di tulisan ini, saya hanya mau share beberapa hasil jepretan saya menggunakan Fujifilm Finepix S2980 yang saya punya. Iya, ini kamera prosumer, bukan DSLR 🙂

Langsung aja yaa, ini foto-fotonya..

Flower   Perahu pantai Lombok                       Gili di Lombok   Ombak Tanah Lot, Bali   Flower   Flower  

DSCF1880

DSCF1779

DSCF2251

DSCF1678

  Klaten, Jawa Tengah

 

 

Nah, gimana? hehe maaf yaa kalo hasilnya kurang bagus, saya masih belajar dan saya rasa kamera ini cocok untuk pemula seperti saya 🙂

Sekian, semoga bermanfaat 🙂

Hey, Aku Pengagummu!

Mentari sore masih bertengger malas di langit sana. Bumi telah kembali bernafas lega lantaran baru saja selesai menerima jutaan hantaman peluru basah. Dan aku, aku masih di persimpangan ini bersamamu sampai kau bosan dan kembali menjadi maya. Jika esok kau datang lagi, aku akan dengan senang hati menemuimu. Kau tahu? Tak masalah untukku berjam-jam bersamamu, bahkan seharian. Karena disini, bersamamu, aku bebas mengungkapkan apapun. Ya, apapun. Kesal, sebal, marah, benci, takut, semua hitam putihnya, hingga kebahagiaanku pun aku lebih leluasa melepaskannya ditempat ini bersamamu. Walau kau tak pernah meresponku, tak pernah menghiburku, setidaknya kau bisa membuatku lebih tenang. Ingatkah kau, sore itu di hari yang sama, aku menemuimu dan membiarkan air mataku jatuh didepanmu. Kau tak menghiburku, kau diam, dan kau dengan semua sifatmu itu ternyata mampu membantuku untuk dapat kembali menyunggingkan senyumku. Kau ingat?

Mentari sore telah selesai tunaikan tugasnya hari ini. Bumi baru saja memulai tugasnya bersama si cantik Luna, Stella dan teman-temannya. Di persimpangan ini, kau juga sudah pergi. Waktuku untuk pulang. Aku berjanji, jika aku masih memiliki waktu dan jika esok kau datang lagi, aku akan langsung menemuimu. Aku tinggal menunggu kabarmu. Di tempat aku biasa menyibukkan diri menata mimpi-mimpi, seringkali kuabadikan kau dalam catatan-catatan kecilku. “Kau itu salah satu ciptaan Tuhan yang indah. Aku bersyukur bisa sedekat ini denganmu. Jika boleh aku jujur, aku ini pengagummu, sungguh. Aku tak pernah jenuh ada di dekatmu. Dan menurutku, kau itu berbeda dengan yang lain.” Ah, bicara apa aku ini? Tentu kau berbeda dari yang lain. Kau terlalu tulus, tak pernah inginkan apapun dariku meski ketika kita bersama, selalu aku yang meminta darimu. Kau tak pernah meminta apa-apa dariku bukan? Hmm kurasa cukup, kurapikan kembali catatan-catatan kecilku. Hey, lihat! Hampir semua catatan kecilku ini tentangmu! Ah, benar memang. Aku terlalu mengagumimu. Sudah, aku harus tidur. Semoga esok aku masih memiliki waktu dan bisa menemuimu.

Mentari pagi menyambutku, sepertinya ia sedang bersemangat. Kuintip dari jendela, ia terlihat cerah sekali pagi ini, embun dibuat menetes perlahan karenanya. Bumi telah ditinggalkan Luna, Stella, dan teman-temannya, ia terlihat gagah bersanding dengan mentari. Aku belum menuju persimpangan, belum menemuimu. Kau belum memberiku kabar, aku menunggu kabarmu. Pagi ini memang berbeda, hangatnya mentari pagi ini mampu menembus sweater tebal kesayanganku. Sambil menunggu, secangkir kopi cokelat dan buku yang belum selesai kubaca sepertinya cocok menemani pagiku. Kupilih gazebo di taman belakang rumah untuk menikmatinya, aku selalu suka tempat ini. Kubuat posisi dudukku senyaman mungkin. Tangan kananku sibuk memegang cangkir, tangan kiriku memegang buku, sementara mataku terus memburu kata per kata di buku bacaanku. Namun aku tak bisa berlama-lama seperti ini, hanya 30 menit waktu untuk bersantai pagi ini, aku harus kembali menunaikan kewajibanku, hingga habis waktu siang. Aku masih berharap kau lekas memberi kabar padaku dan aku dapat segera menemuimu hari ini. Dan, ternyata sepanjang siangku hujan. Aku tak akan bercerita apa-apa disini.

Mentari sore kembali lagi, sama seperti kemarin, ia kembali bertengger malas di langit tempatnya bertugas. Bumi kembali basah, hembusan nafasnya dapat terdengar dengan jelas lantaran hujan telah selesai menjalankan amanah dari pencipta-Nya. Dan persimpangan itu.. ya, aku segera menuju kesana. Tak ada telepon, tak ada sms darimu, aku segera kesana menemuimu. Kembali menghabiskan waktuku bersamamamu hingga kau bosan dan kembali menjadi maya. Tunggu, kau bingung kenapa aku tahu kapan kau datang sementara kau tak memberiku kabar? Hey, sudah kubilang, aku ini pengagummu, jelas aku tahu. Aku telah menerima kabar itu. Hujan itu telah selesai dan bumiku telah basah, aku tahu kau akan datang setelah itu. Ayolah, biarkan aku tetap mengagumimu dan menikmati sejukmu, petrichor. Meski bisu, hadirmu itu menenangkan.

Mentari sore pamit. Si cantik Luna, Stella dan teman-temannya kembali bertugas menemani Bumi. Aku baru saja beranjak dari persimpangan, kembali menuju rumah. Menulis catatan-catatan kecil tentangmu, lagi.

                                                                                                                                                         ***

Petrichor            : Aroma sejuk yang menyeruak setelah hujan
Luna                 : Bulan (Yunani)
Stella                : Bintang (Yunani)

*gambar ilustrasi diambil dari google*

Sedikit Cerita Tentang Pengalaman Naik KRL dan Peringatan Kecilnya

Assalamu’alaikum..

Halloo, apa kabar? Semoga baik yaa. Yang lagi kurang baik, semoga lekas baik.. Aamiin 🙂

KRL 1

Hmm di postingan ini saya mau bahas tentang pengalaman saya dan peringatan kecil yang harus saya terima ketika saya menggunakan alat transportasi yang lagi happening ini. Seperti yang kita semua tahu, beberapa hari yang lalu, tanggal 9 Desember 2013 tepatnya, ada tragedi tabrakan antara KRL dengan truk tangki BBM di daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Kalau lihat di berita, serem juga yaa, sampe meledak 3 kali gitu. Dari berita juga, saya tahu kalo tragedi itu menelan 7 korban meninggal dunia termasuk masinis, asisten masinis dan teknisi, dan 4 korban lainnya perempuan karena memang gerbong yang terbakar itu gerbong pertama yang notabene gerbong khusus perempuan. Untuk korban luka-lukanya saya kurang tahu jumlah persisnya berapa, karena di setiap berita beda-beda, yang jelas banyak jumlahnya. Sedih banget liat beritanya 😦

 KRL 5

 Penghormatan setinggi-tingginya kepada masinis, asisten masinis dan teknisi yang dengan integritas dan dedikasinya yang tinggi kepada perkereta apian Indonesia, rela bertaruh nyawa demi keselamatan penumpangnya. Kalian syuhada, Insya Allah. Semoga para korban meninggal dunia diampuni dosanya, diberi tempat terbaik di sisi Nya, dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan oleh Yang Maha Kuasa Aamiin. Saya pribadi turut berbela sungkawa 😦 *ambil tisu*. Dan semoga ngga terjadi lagi tragedi-tragedi semacam ini, Aamiin Ya Allah. Cukup, ini yang terakhir..

***

Hmm life must go on, back to topic..

Seperti yang udah saya bilang di awal, saya mau bahas tentang pengalaman saya naik KRL dan peringatan kecil yang harus saya terima saat naik KRL itu. Begini ceritanya.. (pasang muka serius)

Jadi beberapa bulan yang lalu, tepatnya bulan Juli, saya magang di salah satu BUMN di Jakarta. Kebetulan saya memang warga Jakarta yang sedang studi di Jogja. Orang tua saya tinggal di Jakarta. Nah karena itu saya ambil magang disana. Rumah saya di daerah Jakarta Timur dan perusahaan tempat saya magang letaknya di daerah Jakarta Barat, di kawasan Kota Tua. Yah, itu lumayan jauh. Saya mulai magang bulan Juli (pas puasa). Karena saya ngga bawa kendaraan sendiri, jadilah saya naik transportasi umum. Waktu itu saya belum berani naik kereta semacam KRL hehe jadi saya pilih untuk naik Trans Jakarta/TJ (bukan busway yaa, kalo busway itu sebutan untuk jalurnya :))

TJ 1

Oke, jadi selama bulan puasa kemarin, saya sangat-sangat akrab dengan segala jenis bau di dalam bus itu. Plus, harus rela nunggu berjam-jam di halte. Jadi, karena jam mulai magang jam 7 pagi, saya berangkat kira-kira jam 5.15 atau 5.20, dan sampai di kantor tepat jam 7. Dan saya harus transit di Dukuh Atas yang haltenya muter-muter bukan main, dan antriannya panjangnyaa Masya Allah hehe. Pulang magang pun ngga jauh beda ceritanya, saya harus… yaah begitulah. Intinya, paling cepet untuk saya sampai dirumah itu jam 7 sore, Jadi maghrib itu pasti lagi di jalan hehe yaudah skip ya, yang mau saya ceritain kan pengalaman naik KRL nya 😀

Agustus, setelah lebaran tepatnya..

Karena banyak yang kasian sama saya, berangkat gelap pulang gelap, saya disaranin oleh keluarga dan tetangga saya untuk naik kereta (KRL). Kata mereka, “naik kereta aja, udah enak kok sekarang, ngga kaya dulu. Enaknya yang sekarang itu, udah AC, cepet pula. Kalo mau ke Kota ngga usah pake transit-transit. Sekalipun ngga dapet tempat duduk, berdirinya kan ngga lama-lama banget, ngga kaya naik TJ”. Hmm awalnya saya ngga tau kalo KRL yang dulu sama yang sekarang itu beda, dan saya juga ngga tau KRL yang dulu kaya gimana, dan KRL yang sekarang kaya gimana. Well, jadinya akhirnya nurut juga, jadilah saya penumpang setia Commuter Line saat itu. Awalnya saya ngerasa, “wah enak juga yaa, lebih manusiawi nih ketimbang TJ, cepet pula.”

KRL 6

Ternyata.. di beberapa hari setelahnya, ini yang harus saya alami.

Diawali dengan ‘dag dig dug’ ketika kereta mau dateng (dikepala mikir, “bisa kebawa ngga yaa? Dapet duduk ngga yaa”), terus siap-siap nyari posisi yang pas sama pintu kalo nanti keretanya udah dateng (mendadak jadi tukang prediksi)

KRL 7

Dan ketika kereta udah dateng, siap-siap ngerahin seluruh tenaga untuk didorong dan mendorong -_- , belum lagi kalo keretanya penuh, musti jinjit-jinjit, miring-miringin badan supaya pintunya mau ketutup.

KRL 4

KRL 9

Kalo pintu udah ketutup dan kereta udah jalan, nikmati fase berikutnya, nemplok di kaca pintu (kalo kata atasan saya, “gaya cicak”). Fase ini hanya berlaku untuk penumpang di daerah ‘pinggiran’ -_- (untuk fase ini saya ngga bisa dapet gambarnya, tapi penumpang KRL pasti tau hehe).  Kalau fase itu tadi untuk pemumpang di daerah ‘pinggiran’, nah ini ada lagi, untuk penumpang yang dapet tempat di dalem. teteup, desek-desekan. kira-kira beginilah keadaan KRL di jam-jam berangkat dan pulang kantor..

KRL 2

KRL 3

Yah begitulah.. Tapi memang betul, menurut saya, jadi jauh lebih cepat dan lebih murah naik KRL ketimbang TJ. Sekali lagi, just IMHO *smile*

Nah, inti yang saya mau ceritain disini nih hehe (laaahh baru inti -,- ).

Jadi, sebelum saya naik KRL kan saya naik TJ, dan temen saya waktu naik TJ itu mba Yenni (karyawan baru di tempat saya magang). Kebetulan saya udah akrab sama mba ini, jadi sering becanda-becanda. Nah, waktu awal-awal saya naik KRL, saya sempet ‘nyombong’ nih sama mba Yenni kalo naik KRL lebih cepet dan ngga terlalu kesiksa kaya naik TJ hehee :D. Saya saranin mba Yenni untuk naik KRL juga. Tapi sayangnya Mba Yenni ini ngga bisa kalo naik kereta, letak stasiun ke rumahnya lebih jauh ketimbang jarak halte busway ke rumahnya. Pas pulang kantor, saya jadi udah ngga bareng lagi tuh kan sama mba Yenni, dia ke halte, saya ke stasiun.

Nah, pada suatu sore di jam pulang kantor, seperti biasa, saya naik KRL jurusan Jakarta Kota – Bekasi. Waktu udah mau masuk stasiun Juanda, kebetulan di jalur itu relnya kan diatas, jadi keliatan gimana macetnya jalanan. Saya sempet ngomong dalem hati, “hihii untung udah ngga naik TJ lagi, macetnya kaya gitu, bisa sampe rumah jam berapa tuh..” Jadi intinya waktu itu saya sempet ‘ngetawain’ macetnya jalanan ibukota, lantaran saya naik KRL yang notabene lebih cepet sampai karena punya jalur sendiri dan anti macet. (Ya Allah, parah banget ya. Maaf maaaff 😦 ). Nah, ngga lama setelah saya ngebatin kaya gitu, kereta tiba-tiba berhenti. Dan lampu di kereta mati. Nah loh, saya panik, “duh, kenapa nih?!” Fikiran saya udah kemana-mana, takut kejadian yang engga-engga. Terus ada pemberitahuan gitu, katanya lagi ada gangguan di Manggarai, jadi kereta ditahan dulu untuk beberapa saat. Well, dia bilang untuk beberapa saat. Saya fikir cuma 5 menitan hehe eh ternyata lumayan lama. Nah, tiba-tiba kefikiran lagi soal ngebatin saya yang tadi. Ya Allah, gara-gara itu kali ya? Langsung ditegur gini. Ampuuun, langsung berkali-kali nyebut istighfar dalem hati. Engga lagi-lagi deh ngebatin jelek kaya gitu *ngerutukin diri sendiri -_- . Terus, kira-kira setengah jam setelah itu, lampu kereta nyala dan mesin kereta hidup lagi, terus kereta jalan deh. Alhamdulillaaahhh. Kapok saya kapook ngebatin begitu. Alhamdulillahnya tegurannya cuma kaya gitu, ngga sampe kejadian yang lebih parah.

Hmm besoknya saya ceritain soal tadi ke Mba Yenni, satu kata yang keluar dari mulutnya Mba Yenni “DL..!” hahaaa.. habis sudah saya diketawain sama dia hahaaa.

Dari kejadian kecil itu, saya belajar untuk engga lagi-lagi ngebatin yang jelek. Kapok. Bersyukur itu perlu, tapi bukan dengan menertawakan kesusahan orang lain. *Istighfar*

Semoga bermanfaat..
Maaf kalau ada salah-salah kata 🙂

NB: gambar diambil dari google

Hmm Ternyata..

“Ya, siapa lagi yang mau maju ke depan?? Ah, gimana kalau ketuanya aja?! Ayo pak ketua, tunjukkan kejantananmu..hahaha wuhuuu!”

Seketika pecah suara penonton malam itu. Diiringi dengan sorak dan tepuk tangan yang semakin keras, seorang laki-laki bertubuh tegap berdiri dari tempatnya, dan berjalan perlahan ke arah pembawa acara.

***

***

Malam itu, pukul 23.15 WIB kira-kira, sedang berlangsung sebuah rangkaian acara LDK yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa yang aku ikuti. Bertempat di Puncak, suasana malam itu dirasa begitu hangat. Saling lempar tawa, canda, senyum, salam, sapa, ah kebahagiaan sekali malam itu bagi yang menikmatinya. Bisa dikatakan aku termasuk penikmat serangkaian acara itu. Acara yang konyol tapi lucu, tapi berkesan. Ya, berkesan. Darimana berkesannya? Hmm kau akan tahu setelah kau baca tulisan ini hingga selesai ^^v

***

Dalam acara malam itu, kami semua dipersilahkan duduk diatas tanah lapang membentuk satu lingkaran besar. Ditengah-tengah kami, panitia rupanya telah menyiapkan lilin-lilin yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah hati yang utuh. Lilin berbentuk hati tadi, dihiasi dengan dua pembicara manis ditengahnya. Ya, tak lain tak bukan mereka adalah si pembawa acara.

***

Pukul 23.15 WIB malam itu, setengah acara telah berlangsung. Acara yang kukatakan berkesan tadi ada dibagian ini. Dengan dalih menghangatkan dan mengakrabkan suasana di malam yang dingin, serta untuk membubuhi ‘hiasan’ untuk lilin-lilin berbentuk hati yang telah disusun tadi, pembawa acara meminta kepada beberapa kakak tingkat untuk masuk ke tengah-tengah lilin hati tadi dan berdiri bersama mereka. Ada dua kakak tingkat yang maju pada saat itu dan kedua-duanya adalah lelaki. Tak disangka, pembawa acara meminta mereka untuk menyatakan perasaan cinta kepada wanita pilihan mereka saat itu juga, didepan kami semua. Sontak,  riuh rendah suara penonton menjadi-jadi. Terlebih ketika akhirnya mereka menuruti perintah pembawa acara dan menyebutkan nama wanita pilihan mereka lalu kemudian meminta si wanita untuk maju, bergabung berdiri bersama mereka. Haha, ini seru! Begitu fikirku. Respon dari si wanita dan gerak-gerik yang mereka lakukan juga sangat menjadi perhatian kami sebagai penonton malam itu, dan tentu saja semakin menambah sorak suara kami, semakin malam, semakin keras, semakin seru! Hahaa..

***

Kejadian seperti itu berlangsung cukup lama hingga sesi pernyataan cinta kakak tingkat kami selesai. Dan, sesuatu yang sepertinya diluar skenario pun terjadi. Ya, ketika akhirnya sang pembawa acara meminta ketua dari angkatan kami untuk maju, dan melakukan hal yang sama. Menyebutkan nama wanita pilihan, lalu kemudian menyatakan perasaan kepada wanita itu. Awalnya ia menolak, tapi lama kelamaan akhirnya ia mau. Ia berdiri dan menghampiri kedua pembawa acara tersebut.

***

Sekilas kudapati kesan yang baik dari ketua angkatan kami ini. Ia bertubuh tegap, berkulit putih, yah sebelas dua belaslah dengan bentuk-bentuk tubuh angkatan militer. Ia juga memiliki soft skill yang bagus, itulah mengapa ia dipilih menjadi ketua angkatan. Ia adalah tipe orang berwajah serius dan terlihat belum pernah bermain-main dengan yang berbau-bau ‘asmara’. Hmm pantas saja, menarik sekali rasanya jika ia diminta untuk menyatakan perasaannya kepada wanita. Siapapun yang ada disana malam itu tentu penasaran. Termasuk aku. “Siapa wanita beruntung yang bisa meluluhkan hati manusia seperti ini?” begitu kira-kira fikirku dan mungkin teman-temanku saat itu.

***

Sang ketua angkatan telah berdiri dengan gagah ditengah-tengah kami, bersiap menuruti perintah si dua pembawa acara. Perintah pertama, menyebutkan nama wanita pilihan. Riuh rendah penonton masih terdengar. Aku dan teman-temanku sibuk saling meledek. Iya, meledek satu sama lain seolah-olah salah satu dari kami telah menjadi pilihan sang ketua angkatan. Di lain sisi, pembawa acara masih berusaha membujuk agar nama seorang wanita segera keluar dari mulut ketua angkatan kami. Hihii, terlihat sekali ketua angkatan kami malu-malu, karena kulihat ia berkali-kali menundukkan wajahnya.

Tak lama, dengan bujukan terakhir dari si pembawa acara akhirnya sang ketua angkatan mengeluarkan suaranya. Namun, sebelum itu ia berbisik sedikit kepada salah satu pembawa acara. Kemudian berkata, “maaf, kalau namanya mungkin saya belum tau. Bagaimana?”

Dijawab oleh salah satu pembawa acara, “Oh oke nggak apa apa, tapi kalo mukanya pasti tau dong. Masa suka tapi ngga tau mukanya Hehee.. Ditunjuk aja orangnya..”

Sang ketua melihat sekeliling, mencari posisi dimana wanita pilihannya duduk. Kemudian..

“Itu, itu yang itu..” Kata sang ketua sambil menunjuk-nunjuk kearah dimana aku dan teman-temanku duduk.

Aku dan teman-temanku yang sedari tadi masih sibuk ledek-ledekkan tiba-tiba diam. Kenapa harus menunjuk ke arah kami?

“Yang mana?” Tanya pembawa acara.

“Itu yang pakai kerudung.. disitu..”

“Lah itu semuanya pakai kerudung, Mas. Yang mana hayoo??”

Sang ketua masih berusaha mengarahkan pandangan kedua pembawa acara ke arah wanita yang ia pilih. Ia masih menunjuk-nunjuk kearah kami, hmm sepertinya wanita itu adalah salah satu dari kami. Siapa yaa?

Tak kunjung selesai dengan acara tunjuk-menunjuknya, akhirnya salah satu pembawa acara berjalan ke arah kami. Menunjuk satu persatu dari kami dan menanyakannya kepada ketua.

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Listya, posisi kedua dari sebelah kiriku.

“Bukan.”

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Sari, yang duduk persis di sebelah kiriku.

“Bukan.”

“Yang ini?” Menunjuk ke arah ku.

“Bukan.” Hmm.. Alhamdulillah, gumamku.

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Shanti, di sebelah kananku.

“Bukan.”
“Loh yang mana dong?” Tanya pembawa acara bingung.

“Yang ini?” Tanya pembawa acara belum menyerah, menunjuk kearah Desi, dua posisi di sebelah kananku.

“Bukan. Itu ke sebelah kirinya lagi.”

“Yang ini?” Kembali menunjuk Shanti. Hihii aku dan teman-temanku telah bersiap-siap meledek Shanti hahaa..

Sang ketua terlihat memperhatikan betul-betul satu persatu dari kami. Ia terlihat sedikit kebingungan. Mungkin karena saat itu gelap, jadi agak kurang jelas dalam melihat.

“Bukan. Oh yang itu, yang disebelahnya lagi.”

“Yang ini?” Menunjuk kearahku.

“Iyaa..!”

Hah? Seperti menelan bakso isi cabe bulat-bulat rasanya. Kenapa harus aku? Tak salah? Kenapa bisa? Aku tak begitu mengenalnya, aku tak pernah sekelompok dan satu divisi dengannya. Kenapa aku?

“Hahaaa akhirnyaa.. Rahmiii, ayooo majuu ke depaannn..!” Teriak si pembawa acara bernada meledekku. Kebetulan pembawa acara itu temanku juga. Teman-teman disebelahku, puas meledekku habis-habisan malam itu.

“Laahh kok aku? salah orang kalii, Yan..” kataku ke Adrian, temanku si pembawa acara.

“Yang ini kan bener?” tanya Adrian kepada ketua meyakinkan.

“Iya, yang itu.” Jawab sang ketua sambil menatapku, tersenyum melihat gerak-gerikku.

Ternyata tak hanya teman-teman disebelahku yang meledekku, teman yang lain pun semakin keras meneriakkan kata “Ciiiieeee” juga meneriakkan namaku.

Aku masih kekeuh untuk duduk ditempatku. Tak mau maju kedepan, berdiri bersama mereka. Aku malu. Namun Adrian menggamit tanganku, menarikku pelan untuk maju kedepan, ketengah-tengah. Masuk kedalam lilin hati itu. Hmm mimpi apa aku semalam??

Dengan agak ogak-ogahan, aku berdiri dan mengikuti Adrian. Sekarang, aku telah berada di tengah-tengah lilin hati itu. Sang ketua memposisikan diri berdiri di sebelahku. Aku masih berfikir, kenapa aku?? Sorak suara penonton semakin keras.

“Oke langsung aja yaa, kita dengarkan pernyataan cinta dari ketua angkatan kita..! Ciieee Rahmii hahahaa..” Ledek Rini, pembawa acara satunya. Ia juga temanku.

“Oke, hmm gini…” kata pembuka dari sang ketua.

“Teman-teman, tolong tenang yaa..” Suasana masih riuh, Adrian dan Rini selaku pembawa acara berusaha meredakan suasana. Tak lama, suasana menjadi sepi. Semua perhatian menjadi kearah kami. Sang ketua, Adrian, Rini, dan aku.

“Hmm teman-teman semua, mungkin jika dikatakan ini adalah pernyataan cinta, kurang tepat yaa.. Karena saya juga belum tahu apakah ini cinta atau bukan. Tapi yang jelas, saya kagum dengan wanita di sebelah saya ini. Saya kagum dengan sifat dan sikapnya. Sekali lagi, saya hanya kagum dan yah bisa dikatakan saya menyukai sifatnya. Menurut saya, wanita itu seharusnya seperti ini (menunjuk ke saya). Dan jika diperbolehkan, saya ingin lebih dekat dengannya.”

“Ciiiieeeeee.. Ihiiiirrrr.. suit suiiiitttt..” beragam bentuk ledekan harus aku terima, tak terkecuali dari si kedua pembawa acara. Suasana ramai kembali.  Suasana riuh kembali.

Sang ketua berjalan sedikit kesamping, memilih salah satu lilin, mengambilnya, lalu kembali berdiri di sebelahku. Apa yang akan dilakukannya? Dan ternyata..

“Itu lilin untuk apa?” tanya Adrian.

Tak menjawab, sang ketua hanya memutar badan 90 derajat menghadapku, dan memberikan lilin itu kepadaku.

Aku diam. Aku bingung. ini maksudnya apa? Fikirku.

“Ini maksudnya apa?” tanyaku.

Ia hanya tersenyum disertai dengan mimik yang berusaha meyakinkanku untuk mengambil lilinnya. Karena sebelumnya ia katakan ini bukan pernyataan cinta, baiklah, kuterima lilin itu. Tak heran, sorak suara semakin tak karuan. Riuh renyah berisik mengisi malam itu.

Kemudian ia menjelaskan, “diawal saya sudah mengatakan, ini bukan pernyataan cinta. Ini hanya simbolis bahwa saya ingin mengenalnya lebih dekat.”

Suasana semakin ramai.

“Hahaaa dann itulah yang terjadi malam ini teman-temann. Tak disangkaa, ketua angkatan kita ternyata udah punya inceran disini yaa..” kata Rini kembali berusaha meredakan suasana. Bukan malah semakin reda, tapi justru semakin riuh.

Ditengah suasana seperti itu, aku masih tak bisa memberikan statement apa-apa. Aku masih malu bercampur bingung. Hmm.. ternyata wanita itu aku.